Tuesday, January 17, 2012

SPEKULASI PROPERTI BIKIN KALANGAN BAWAH SULIT PUNYA RUMAH

2011-11-09 02:07:22
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan aksi spekulasi semacam itu
tak bisa dihindari karena merupakan mekanisme pasar. Prinsip kalangan atas saat membeli rumah sebagai sarana investasi sedangkan kalangan bawah murni untuk ditempati.

"Itu tak bisa dihindari ada motif invetasi. Itu tak bisa dihindari yang bisa adalah di-warning hati-hati yaitu terjadi over value. Jadi kalau mekanisme pasar tidak bisa dihindari," katanya kepada detikFinance, Selasa (8/11/2011)

Menurutnya spekulasi semacam ini tak terlepas dari kemampuan kalangan menengah atas Indonesia yang sedang menanjak. Sarana investasi rumah dianggap paling menjanjikan saat ini.

"Tapi kalau mekanisme pasar dibiarkan gila-gilaan ini mendorong kawasan di sekitarnya ikut naik, padahal itu untuk kalangan bawah, maka harga rumah makin tak terjangkau,"katanya.

Ia mengusulkan agar pemerintah menyiapkan bank-bank tanah milik BUMN yang bisa diberikan untuk masyarakat menengah bawah. Ali mengingatkan jika semua dilepas melalui mekanisme pasar maka akan sulit. Saat ini saja di kawasan Tangerang dan sekitarnya sebanyak 78% lahan sudah dikuasai pengembang besar atau semacam ada oligopoli.

"BUMN-BUMN, harus dipaksa menyediakan bank tanah. Mereka banyak mempunyai tanah menganggur. Misalnya Bulog ada lahan 4-5 hektar di Kelapa Gading. Memang kadang-kadang BUMN nggak mau, karena asetnya hilang, harus dipaksa," katanya.

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) mulai mengkhawatirkan pertumbuhan kredit sektor properti yang mulai tidak wajar. Bank sentral mulai melihat pengucuran kredit di sektor properti yang ternyata hanya digunakan untuk aksi spekulasi.

"Beberapa jenis properti terutama rumah mewah sudah banyak ini sebenarnya. Kita sudah melakukan survei ini," ungkap Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso.

Menurut Wimboh, dari sisi potensi memang permintaan kredit di sektor properti cukup tinggi. Kredit properti tidak terlalu sensitif terhadap suku bunga.

"Properti ini, dari segi potensi memang demand-nya tinggi. Tanpa suku bunga pun dia akan selalu bertambah. Cuma penambahannya harus rasional, jangan sampai punya properti untuk spekulasi dan kita tidak akan batasi orang beli properti asal dipakai untuk kepentingan sendiri," jelasnya.

Wimboh menuturkan BI saat ini lebih mengkhawatirkan pertumbuhan kredit properti yang bersifat spekulasi saja karena dapat mendorong gelembung alias bubble.

"Yang kita khawatirkan untuk spekulasi yang mendorong bubble. Nah ukuran bagaimana tidak bubble kita sudah punya aturan itu. Betul nggak di sana, kan banyak rumah mewah yang tidak ditempati," katanya.
(hen/dnl)(DETIK.COM)